Sepanjang tahun 2025 yang masih berada di pertengahan ini, telah ada dua kejadian yang terjadi di dua destinasi wisata kita yaitu Danau Toba dan Gunung Rinjani.
Danau Toba dan Gunung Rinjani tidak saja merupakan destinasi wisata alam saja tapi juga sebagai taman bumi atau geopark. Titel ‘geopark’ tidak saja prestisius karena tidak banyak destinasi alam memiliki titel dari UNESCO tapi juga (sudah seharusnya) memberi tanggung jawab yang (sangat) besar kepada pihak pengelolanya.
Menurut situs UNESCO, taman bumi adalah merupakan area atau kawasan geografi yang mengandung warisan geologi dunia yang dikelola dengan basis berkelanjutan termasuk pariwisata, pendidikan, konservasi dengan melibatkan penduduk lokal.
Hanya ada 229 taman bumi di dunia yang tergabung dalam UNESCO Global Geoparks (UGGp) termasuk Danau Toba dan Rinjani.
Dari definisi oleh UNESCO tersebut kita dapat memahami bahwa taman bumi tidak saja (dapat) menjadi kawasan wisata tapi utamanya sebagai kawasan yang (musti) dilindungi serta (seharusnya) melibatkan penduduk lokal.
Setiap kawasan atau destinasi memang sudah seyogyanya perlu dipelihara, tapi untuk taman bumi ada kata tambahan yaitu dilindungi — terlebih adanya kata ‘keberlanjutan’ di sini.
Sehingga untuk benar benar memahami taman bumi dan konsepnya tidak hanya cukup dengan membaca saja tapi juga mengaplikasikannya secara terus menerus pada setiap kegiatan dan aktivitas.
Akan tetapi dua kejadian yang terjadi beberapa waktu yang lalu justru menimbulkan pertanyaan yang tidak saja bagaimana tata kelola destinasi wisata saja tapi juga seberapa besar dan dalam kesadaran kita akan keberadaan destinasi wisata tersebut.
Ancaman ‘kartu kuning’ oleh UNESCO terhadap Danau Toba beberapa waktu yang lalu sepertinya mempertanyakan tingkat pemahaman terhadap status geopark tersebut.
Tewasnya wisatawan asal Brazil di Rinjani juga sepertinya mempertanyakan tata kelola dan pengawasan di kawasan wisata alam.
Tanggung jawab Geopark ada pada kita semua termasuk Pemerintah, masyarakat, akademisi, sehingga merupakan kolaborasi antar semua pihak, kini pertanyaannya apakah kolaborasi tersebut sudah berjalan baik ?.
Geopark bukanlah sekadar status prestisius belaka tapi merupakan tanggung jawab yang tiada henti untuk melindunginya, geopark bukan sekadar kawasan wisata yang dapat mendatangkan pemasukan tapi juga kawasan pendidikan, konservasi dan riset.
Pemasangan rambu atau tanda peringatan di titik titik rawan di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani merupakan langkah positif namun langkah ini sebenarnya akan lebih baik telah dilakukan sesaat status Geopark menempel di Rinjani.
Bukankah pemberian status Geopark menciptakan citra positif pada pariwisata kita ?, oleh karena itu sudah sewajarnya pula citra positif tersebut menggerakan langkah kita untuk meningkatkan mutu dan kualitas.
Kecelakaan ataupun insiden memang tidak bisa diprediksi akan tetapi dapat diminimalkan risiko kejadiannya, dengan kata lain bahwa antisipasi (sudah seharusnya) menjadi prioritas ketimbang response (setelah adanya kecelakaan/insiden).
Juga memang sulit mencapai zero accident di segala aktivitas akan tetapi zero tolerance terhadap kelalaian tetap perlu berlaku, artinya tidak ruang untuk kelalaian — segala aturan dan standard of procedure harus diterapkan tanpa pengecualian.
Dan sudah tentu aturan dan SOP antara kawasan wisata dan geopark akan sepantasnya berbeda pula, hal ini mungkin dapat menjadi review.
Pendakian gunung bukanlah kegiatan biasa layaknya berjalan di pantai ataupun kegiatan wisata pada umumnya, alam memang begitu damai dan akan menerima siapapun yang mengunjunginya, akan tetapi dibutuhkan persiapan fisik dan mental serta bekal dari sisi pengunjung serta pengawasan yang tidak henti pada pos keberangkatan dan kedatangan tapi pada seluruh jalur pendakian.
Dan karena tidak hanya pendaki gunung saja yang mengunjungi Gunung Rinjani tapi juga para wisatawan yang notabene tidak saja bukan pendaki gunung pada umumnya tapi juga tamu kita yang tidak hanya harus dilayani tapi juga dijaga terutama keselamatannya.
Kecelakaan ataupun insiden membutuhkan response segera karena ada jiwa manusia disana, dan ketika response lambat maka dampak dari kecelakaan ataupun insiden –terutama pada manusia– dapat memburuk.
Bukankah dengan diperolehnya citra positif terhadap pariwisata kita dapat mendatangkan wisatawan lebih banyak yang artinya pemasukkan akan bertambah? Oleh karena itu alangkah baiknya jika segala langkah antisipasi tidak dilihat sebagai biaya tapi sebagai investasi — investasi untuk (lebih) meningkatkan citra positif pariwisata kita.
Karena apa? Karena semakin kecil tingkat kecelakaan ataupun insiden, semakin bertambah citra positif tersebut, dan citra positif tidak hanya pada keindahan serta layanan saja tapi utamanya keselamatan karena adanya kegiatan oleh manusia di sana.
Mungkin ada pemikiran untuk menempatkan personnel yang dilengkapi dengan peralatan essential seperti;kesehatan di titik titik atau pos di sepanjang rute pendakian agar response dapat lebih cepat. Personnel tersebut dapat secara bergantian ditempatkan di beberapa titik atau pos.
Dengan hadirnya personnel dan peralatan essential akan membuat response dapat lebih cepat dikerahkan sehingga dampak kecelakaan pun dapat diminimalkan.
Taman bumi atau Geopark memang dapat menjadi kawasan wisata akan tetapi secara mendasar adalah warisan bumi yang dititipkan kepada generasi saat ini agar dapat dinikmati oleh generasi generasi berikutnya, oleh karena perlu dijaga, diawasi, dan dikelola dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Begitu pula sebagai kawasan wisata yang tidak saja menyediakan pelayanan dan kenyamanan tapi juga keselamatan.
Mudah-mudahan kita dapat lebih dapat memahami makna dari status geopark di beberapa kawasan kita.
Turut berduka atas tewasnya wisatawan asal Brazil, Julianna Marins.
Salam Pariwisata.
Referensi :
unesco.org/en/iggp/geoparks/abouttravel.kompas.com/read/2025/05/16/140923227/kaldera-toba-kena-kartu-kuning-unesco-kemenpar-panggil-pengelola-geoparkkompas.com/sumatera-barat/read/2025/06/26/083100788/tragedi-wisatawan-brasil-di-gunung-rinjani–kendala-evakuasi-danregional.kompas.com/read/2025/07/01/054408878/pasca-jatuhnya-juliana-marins-di-rinjani-tngr-akan-pasang-papan-peringatan