Gunung Rinjani memang punya pemandangan yang indah. Tapi harap diperhatikan, ada potensi bahaya terutama bagi para pendaki yang minim persiapan.
—
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
—
Gunung Rinjani memancarkan pesona alam yang tak tertandingi, menjadikannya magnet bagi para pendaki dari seluruh dunia. Namun, di balik keindahannya yang memukau, tersimpan potensi bahaya serius, terutama bagi mereka yang kurang persiapan dan abai terhadap peringatan. Sejak dibuka kembali pada 3 April 2025, gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia ini telah mencatat empat insiden pendakian, dua di antaranya berujung pada kematian tragis. Para korban meninggal termasuk pendaki dari Malaysia dan Brasil, dengan kasus terbaru menimpa Juliana Marins.
Insiden-insiden ini bukan yang pertama kali terjadi di Gunung Rinjani. Sebelumnya, pada 19 Agustus 2022, pendaki asal Portugal, Boaz Tan Anam (37), juga mengalami kecelakaan. Masyarakat Lombok di sekitar Rinjani masih sangat menghormati dan mempercayai bahwa gunung ini memiliki aura ‘angker’ serta dijaga oleh legenda Dewi Anjani. Oleh karena itu, penting bagi setiap pendaki untuk menjaga niat, pikiran, dan perilaku selama berada di sana, agar terhindar dari kesialan atau hal-hal yang tidak diinginkan, sesuai dengan kepercayaan lokal.
Terlepas dari potensi risikonya, panorama Rinjani yang menakjubkan menjadikannya tujuan impian bagi para petualang, baik dari dalam maupun luar negeri. Setidaknya ada enam jalur resmi pendakian: dua di Lombok Utara (Senaru dan Torean), tiga di Lombok Timur (Sembalun, Timbanuh, dan Tete Batu), serta satu di Lombok Tengah (Aik Berik). Demi keselamatan dan kelancaran pendakian, setiap pendaki wajib mendaftar secara daring melalui aplikasi eRinjani. Aplikasi ini juga memuat Prosedur Standar Operasi (SOP) yang lengkap untuk berbagai pihak, mulai dari pendaki domestik dan mancanegara, hingga penyedia jasa pendakian seperti trekking organizer, pramuwisata, pemandu, porter, dan penyedia makanan minuman.
4 Kecelakaan, 2 Tewas
Sejak pembukaan kembali pada April 2025, empat insiden tercatat di jalur pendakian Gunung Rinjani, dua di antaranya tragis. Berikut adalah rangkuman detail kecelakaan tersebut:
1. Pendaki Asal Jawa Timur Tergelincir di Letter E
Pada Minggu, 13 April 2025, seorang pendaki berinisial RBA dari Desa Sukorejo, Bojonegoro, Jawa Timur, dilaporkan tergelincir di jalur Letter E. Insiden ini terjadi saat korban berusaha mengambil tongkat pendakiannya (trekking pole) yang terjatuh di medan yang curam. Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR), Yarman, membenarkan kejadian tersebut. Beruntung, korban selamat. Setelah tergelincir karena kehilangan keseimbangan, RBA berhasil naik sendiri dengan menyisir sisi tebing dan kemudian bertemu tim evakuasi di kawasan Pelawangan 3.
2. Pendaki Malaysia Luka-Luka di Jalur Menuju Danau Segara Anak
Selang dua minggu, tepatnya Minggu, 27 April 2025, pendaki asal Malaysia berinisial CUC (52) mengalami kecelakaan di jalur pendakian Gunung Rinjani via Sembalun. Korban terjatuh sekitar 200 meter di bawah Pelawangan, menuju Danau Segara Anak, dan mengalami luka di beberapa bagian tubuh, termasuk pergelangan kaki. Tim medis dari Tanger Rinjani dan Edelweis Medical Help Center segera melakukan evakuasi. Korban berhasil dievakuasi ke shelter darurat di Plawangan Sembalun pada pukul 16:51 WITA dan kemudian dibawa turun pada pukul 17:30 WITA oleh tim EMHC didampingi guide dan porter dari trek organizer.
3. Pendaki Malaysia Tewas Jatuh di Jalur Torean
Insiden paling tragis pertama menimpa Rennie Bin Abdul Ghani (57), pendaki asal Malaysia, yang ditemukan tewas setelah terjatuh di Gunung Rinjani pada Minggu, 4 Mei 2025. Jenazah berhasil dievakuasi dari dasar jurang sedalam kurang lebih 80 meter. Menurut penjelasan Kepala BTNGR Yarman, insiden terjadi pada Sabtu, 3 Mei 2025, sekitar pukul 11:00 WITA, saat rombongan korban hendak mengambil air di jalur Banyu Urip, Torean. Korban menolak bantuan ketua rombongan untuk melewati jalur yang dilengkapi tali pengaman. Ia melepas pegangan pada tali pengaman dan pijakan kakinya terpeleset, sehingga kehilangan keseimbangan dan jatuh ke jurang. Proses evakuasi yang memakan waktu sekitar 3,5 jam ini melibatkan sistem penurunan (lowering) dan penarikan (lifting) dengan peralatan mountaineering oleh tim SAR Mataram. Jenazah kemudian dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Mataram untuk proses pemulasaran lebih lanjut.
4. Pendaki Brasil Tewas Jatuh di Lereng Puncak
Kasus kematian kedua yang menyita perhatian adalah jatuhnya Juliana Marins (27), pendaki asal Brasil, pada Sabtu, 21 Juni 2025. Ia dilaporkan terjatuh ke arah Danau Segara Anak di sekitar titik Cemara Nunggal, jalur menuju puncak Rinjani, dengan perkiraan kedalaman 150–200 meter. Awalnya, korban dikabarkan selamat namun dalam kondisi syok berat. Namun, pada Selasa, 24 Juni 2025, Juliana ditemukan meninggal dunia di jurang yang lebih dalam, sekitar 600 meter di lereng puncak Gunung Rinjani. Tim SAR gabungan yang terdiri dari Basarnas, Unit SAR Lombok Timur, Brimob, Polisi Hutan, EMHC, Lorax, Porter, dan Rinjani Squad (total 48 personel) menghadapi tantangan besar dalam menjangkau lokasi korban.
Upaya evakuasi menggunakan helikopter bantuan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) terhambat kondisi cuaca dan kabut tebal pada Selasa siang. Akhirnya, evakuasi dilanjutkan dengan metode vertical lifting. Pada pukul 18:00 WITA, tim berhasil mendekati posisi korban. Karena kondisi medan yang sangat sulit dan hari yang sudah mulai gelap, para personel memutuskan untuk melakukan flying camp di sekitar posisi korban. Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI Mohammad Syafi’i mengonfirmasi kematian korban setelah dilakukan pemeriksaan. Proses evakuasi jenazah dilanjutkan keesokan harinya, Rabu, 25 Juni 2025, dengan mengangkat korban ke atas dan membawanya menyusuri rute pendakian menuju posko Sembalun.