tinomaria.com – Jakarta – Lebih dari 40.000 wisatawan asing terdampar di Israel, terperangkap di tengah konflik negara tersebut dengan Iran. Situasi yang memburuk dengan cepat telah menyebabkan penutupan sebagian besar bandara dan pembatalan penerbangan massal, memicu kepanikan dan membuat Israel menjadi mimpi buruk bagi para pelancong. Sirene serangan rudal memecah kesunyian kota-kota bersejarah, menggantikan keramaian wisatawan dengan ketakutan akan serangan berikutnya.
Awalnya, perjalanan musim panas ke Israel menjanjikan petualangan menjelajahi Kota Tua Yerusalem yang megah atau bersantai di pantai-pantai Tel Aviv yang indah. Namun, perang yang meningkat cepat antara Israel dan Iran mengubah rencana tersebut menjadi kenyataan yang mengerikan. Destinasi wisata utama yang dulu ramai kini menjadi zona bahaya, dengan wisatawan berlarian mencari perlindungan dari serangan udara.
Keadaan semakin memburuk setelah serangan udara Israel ke Iran pada Jumat dini hari. Balasan berupa serangan rudal dari Teheran memaksa Israel menutup wilayah udaranya, menghentikan seluruh penerbangan komersial. Bandara Internasional Ben Gurion di Tel Aviv, pintu gerbang utama Israel, tetap ditutup tanpa kepastian kapan akan beroperasi kembali. Mimpi liburan berubah menjadi upaya bertahan hidup. Rencana perjalanan sehari yang tadinya dibayangkan—menjelajahi Yerusalem atau menikmati pantai—kini tergantikan oleh kepanikan berlari menuju tempat perlindungan bom, diiringi sirine yang mendebarkan. Hotel-hotel mewah, dari hotel bersejarah hingga resor modern, yang tadinya penuh sesak, kini berfungsi sebagai tempat perlindungan darurat.
Di Yerusalem, rudal balistik menerangi langit malam, bak hujan meteor yang menakutkan. Di Tel Aviv, beberapa distrik mengalami serangan langsung, membuat warga dan wisatawan berdesakan mencari keselamatan. Bahkan acara-acara besar seperti Parade Kebanggaan Tel Aviv pun terpaksa dibatalkan. Museum-museum tutup, toko-toko sepi, akses ke Kota Tua Yerusalem dibatasi—denyut nadi pariwisata Israel yang tadinya semarak kini redup di bawah bayang-bayang perang.
Penutupan Bandara Ben Gurion menimbulkan efek domino pada industri pariwisata. Maskapai penerbangan internasional menghentikan operasional, membuat para wisatawan yang terdampar semakin putus asa. Biaya akomodasi pun melonjak, sementara ketidakpastian kapan mereka dapat kembali ke rumah semakin mengkhawatirkan. Meskipun penyeberangan darat ke Yordania menjadi alternatif, rute ini terbatas, mahal, dan berisiko, hanya membawa wisatawan sampai ke Amman dan masih membutuhkan penerbangan internasional selanjutnya dengan harga dan jadwal yang tidak pasti.
Dampak ekonomi dari krisis ini sangat signifikan. Pariwisata berkontribusi hampir 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Israel. Dengan 40.000 wisatawan terjebak dan ribuan lainnya membatalkan kunjungan, sektor pariwisata mengalami penurunan tajam. Dampaknya merembet ke industri perhotelan, transportasi, layanan makanan, dan acara budaya yang sangat bergantung pada pendapatan dari wisatawan. Pemerintah berbagai negara pun telah mengeluarkan peringatan perjalanan, mengimbau warganya untuk menghindari perjalanan ke Israel dan sekitarnya karena ancaman rudal, serangan militer, dan situasi keamanan yang tidak stabil.